Pelabuhan Tanjung Emas
adalah sebuah pelabuhan di Semarang ,
Jawa Tengah. Pelabuhan Tanjung Emas (terkadang ada yang menulis Tanjung Mas),
dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) sejak tahun 1985. Pelabuhan
ini merupakan satu-satunya pelabuhan di Kota Semarang . Pelabuhan
Tanjung Emas ke arah Tugu Muda Semarang berjarak sekitar 5 km atau kira-kira 30
menit dengan kendaraan sepeda motor/mobil.
Sejarah Pelabuhan Tanjung
Emas
Menurut catatan sejarah,
pelabuhan ini berkembang sejak abad ke-16. Sebelumnya Pelabuhan Semarang berada
di bukit Simongan, daerah ini sekarang dikenal dengan Gedong Batu di mana
terdapat Kelenteng Sam Po Kong. Secara geologis lokasi pelabuhan Semarang kuno kurang
menguntungkan. Jumlah pasir yang amat banyak dan endapan lumpur yang
berlangsung terus-menerus, menyebabkan sungai yang menghubungkan kota dengan pelabuhan
tidak dapat dilayari. Bahkan pada muara sungai terbentuk dataran pasir yang
sangat menghambat pelayaran dari dan ke kota .
Untuk mengatasi kondisi geologi yang tidak menguntungkan bagi kapal-kapal besar
itu pada tahun 1868, beberapa perusahaan dagang melakukan pengerukan lumpur
yang pertama kali. Selanjutnya dibuat juga kanal pelabuhan baru, bernama Nieuwe
Havenkanaal, atau Kali Baroe, yang pembuatannya berlangsung pada tahun 1872.
Melalui kanal ini, perahu-perahu dapat berlayar sampai ke pusat kota untuk menurunkan dan
memuat barang-barang. Setelah pembangunan Kali Baru, banyak kapal dari luar
negeri, baik kapal uap maupun kapal layar, berdatangan di pelabuhan Semarang . Selama tahun
1910 tercatat 985 kapal uap dan 38 kapal layar yang berlabuh di Semarang . Mereka berasal
dari berbagai negeri yaitu Inggris, Belanda, Hindia Belanda, Jerman, Denmark,
Jepang, Austria, Swedia, Norwegia, dan Perancis. Di area pelabuhan Tanjung Emas
ini terdapat sebuah Mercusuar, namanya mercusuar Willem 3. Mercusuar yang
terletak di kawasan pelabuhan Tanjung Emas ini merupakan satu-satunya mercusuar
di Jawa Tengah. Menurut catatan inskripsi pada bangunan ini tercatat dibangun
pada tahun 1884, dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam rangka
menjadikan kota Semarang
sebagai kota
pelabuhan dan dagang, pada waktu itu sebagai sarana untuk ekspor gula ke luar
negeri. Pelabuhan Semarang dikembangkan untuk prasarana ekspor hasil bumi
(terutama gula) oleh pemerintah kolonial. Pada masa itu menjelang akhir abad
ke-19, Jawa telah menjadi penghasil gula nomor dua di dunia setelah Kuba. Walaupun
sudah ada penambahan fasilitas pelabuhan Nusantara, Pelabuhan Semarang masih
terbatas untuk disandari kapal-kapal berukuran besar. Pada masa itu, yang bisa
merapat/bersandar di Dermaga Nusantara maksimum kapal-kapal dengan draft = 5 m
atau berukuran ± 3.500 Ton bobot mati (Dwt). Sedang kapal-kapal dengan draft
> 5 m masih harus berlabuh di luar pelabuhan atau di lepas pantai yang
jaraknya ± 3 mil dari dermaga. Karena itu dikenal sebagai Pelabuhan REDE. Sejak
1970, arus kapal dan barang yang melalui Pelabuhan Semarang cenderung semakin
meningkat setiap tahun. Menurut data tahun 1970-1983 kenaikan arus barang
rata-rata tiap tahun yaitu 10% lebih. Mengingat keterbatasan fasilitas
pelabuhan seperti kedalaman dan lebar alur/kolam yang tidak memadai untuk
masuk/keluarnya kapal-kapal samudera, maka Pemerintah menetapkan untuk
mengembangkan Pelabuhan Semarang.
(id.wikipedia )