Pasar Gede Hardjonagoro pada tahun 2005.
----------------
Pasar Gede Hardjonagoro
(Jawa: Pasar Gedhé Hardjanagara) adalah pasar terbesar di Kota
Surakarta .
Pasar Gede secara harafiah berarti “Pasar Besar” dalam bahasa Jawa.
Sejarah
Pada zaman kolonial Belanda,
Pasar Gede mulanya merupakan sebuah pasar kecil yang didirikan di area seluas
10.421 hektar,
berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang
sekarang berubah fungsi menjadi Balaikota Surakarta. Bangunan ini dirancang
oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Bangunan pasar selesai
pembangunannya pada tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gedhé Hardjanagara. Pasar
ini diberi nama pasar gedhé atau “pasar besar” karena terdiri dari atap yang
besar. Seiring dengan perkembangan masa, pasar ini menjadi pasar terbesar dan
termegah di
Arsitektur Pasar Gede
merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya Jawa. Pada tahun
1947, Pasar Gede mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Lalu Pemerintah
Republik Indonesia yang
kemudian mengambil alih wilayah Surakarta
dan Daerah Istimewa Surakarta kemudian merenovasi kembali pada tahun 1949.
Namun perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah indonesia
mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari Pasar Gede,
digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.
Lokasi Pasar Gede
Pasar Gede terletak di
seberang Balaikota Surakarta
pada jalan Jendral Sudirman dan Jalan Pasar Gede di perkampungan warga
keturunan Tionghoa atau Pecinan yang bernama Balong dan terletak di Kelurahan
Sudiroprajan. Para pedagang yang berjualan di
Pasar Gede banyak yang keturunan Tionghoa pula. Budayawan Jawa ternama dari
Surakarta Go Tik Swan yang seorang keturunan Tionghoa, ketika diangkat menjadi
bangsawan oleh mendiang Raja Kasunanan Surakarta, Ingkang Sinuhun Pakubuwana
XII mendapat gelar K.R.T. (Kangjeng Raden Tumenggung) Hardjonagoro karena
kakeknya adalah kepala Pasar Gedhé Hardjonagoro. Dekatnya Pasar Gede dengan
komunitas Tionghoa dan area Pecinan bisa dilihat dengan keberadaan sebuah
kelenteng, persis di sebelah selatan pasar ini. Kelenteng ini bernama Vihara
Avalokiteśvara Tien Kok Sie dan terletak pada Jalan Ketandan.
Pengrusakan dan renovasi
Selain pernah terkena
serangan Belanda pada tahun 1947, Pasar Gede tidak luput pula terkena serangan
amuk massa yang
tidak bertanggung jawab. Meski luput serangan pada Peristiwa Mei 1998, pada
bulan Oktober 1999 dengan tidak dipilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai
Presiden Indonesia meski mendapat suara terbanyak, Pasar Gede dibakar oleh amuk
massa. Namun usaha renovasi dengan mempertahankan arsitektur asli bisa berjalan
dengan cepat dan dua tahun kemudian pada penghujung tahun 2001, pasar yang diperbaiki
bisa digunakan kembali. Bahkan pasar yang baru tergolong canggih karena ikut
pula memperhatikan keperluan para penyandang cacat dengan dibangunnya prasarana
khusus bagi pengguna kursi roda. ( id.wikipedia )